
Bantuan Hukum
Bantuan hukum adalah segala bentuk bantuan hukum (baik berupa pemberian nasihat hukum maupun berupa surat kuasa dari seseorang yang berperkara) yang diberikan kepada orang yang tidak mampu secara ekonomi sehingga tidak mampu membayar biaya (honorarium). ) kepada pembela atau pengacara.
Pemberian Bantuan Hukum sebagai pendidikan klinik sebenarnya tidak hanya terbatas pada jurusan pidana dan perdata untuk akhirnya muncul di pengadilan tetapi juga pada jurusan lain seperti jurusan hukum tata negara, hukum administrasi pemerintahan, hukum internasional, dan lain-lain yang memungkinkan pemberian bantuan hukum dalam di luar pengadilan, misalnya memberikan bantuan hukum kepada seseorang yang terlibat dalam urusan perumahan di Kantor Urusan Perumahan; bantuan hukum kepada seseorang dalam hal kewarganegaraan di departemen imigrasi atau kehakiman; bantuan hukum kepada orang yang berkepentingan dengan urusan internasional di Kementerian Luar Negeri; bahkan memberikan bimbingan dan konseling di bidang hukum termasuk sasaran bantuan hukum dan sebagainya. Berdasarkan pendapat Jaksa Agung Republik Indonesia bahwa bantuan hukum adalah pembelaan yang diperoleh terdakwa dari seorang penasihat hukum pada saat perkaranya diperiksa dalam pemeriksaan pendahuluan atau dalam proses pemeriksaan perkaranya di muka pengadilan.
Menurut SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Bantuan Hukum, pengertian bantuan hukum adalah pemberian jasa hukum yang difasilitasi oleh negara melalui Pengadilan Agama, baik dalam perkara perdata, gugatan, dan permohonan maupun perkara pidana.
Definisi di atas memberikan gambaran yang sangat luas tentang pemberian bantuan hukum. Dalam seminar tentang Makna dan Peningkatan Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1976, bantuan hukum dikaitkan dengan Dharma tiga perguruan tinggi yang dilakukan dengan cara sebagai berikut (Soekanto et al., 1983:21-22):
- Memberikan konsultasi hukum dan layanan lain yang berhubungan dengan hukum.
- Memberikan penyuluhan kepada masyarakat khususnya para pencari hukum untuk menjunjung tinggi norma hukum.
- Memberikan bantuan hukum secara aktif dan setara langsung kepada masyarakat, khususnya kepada para pencari hukum.
Sejarah Bantuan Hukum
Sejarah bantuan hukum menunjukkan bahwa bantuan hukum pada awalnya dimulai dengan kemurahan hati sekelompok elit gereja terhadap pengikutnya. Hubungan kedermawanan ini juga terjalin antara pemuka adat dengan penduduk sekitar. Pola pola hubungan patron-klien.
Sejarah perlahan mengembangkan konsep bantuan hukum. Dasar “kedermawanan” mulai diubah menjadi “hak”. Setiap klien yang dirampas haknya dapat memperoleh bantuan hukum. Konsep bantuan hukum juga mulai ditekankan. Bantuan hukum mulai dikaitkan dengan hak-hak politik, ekonomi, dan sosial. Dalam satu abad terakhir, bantuan hukum mulai dikaitkan dengan kesejahteraan sosial dan politik. Bantuan hukum mulai muncul sebagai gerakan sosial.
Dalam praktik sehari-hari, bantuan hukum juga mulai melebarkan sayapnya, tidak hanya di negara-negara kapitalis tetapi juga di negara-negara sosialis. Negara-negara dunia ketiga juga sudah mulai mengembangkan bantuan hukum ini. Dari segi konsep juga terlihat adanya perubahan dari bantuan hukum yang semula bersifat individual menjadi bantuan hukum yang bersifat struktural (Lubis, 1986:5-6).
Pada zaman Romawi, pemberian bantuan hukum oleh Patronus hanya dilatarbelakangi oleh motivasi untuk memperoleh pengaruh di masyarakat. Pada Abad Pertengahan, masalah bantuan hukum mendapat motivasi baru sebagai akibat pengaruh agama Kristen, yaitu keinginan masyarakat untuk berlomba-lomba memberikan sedekah berupa menolong orang miskin dan sekaligus nilai-nilai kemanusiaan. Kemuliaan dan ksatria yang sangat dihormati orang tumbuh. Dari revolusi Prancis dan Amerika hingga zaman modern saat ini. Motivasi pemberian bantuan hukum bukan hanya rasa kemanusiaan kepada masyarakat yang tidak mampu, tetapi juga aspek hak politik atau hak warga negara berdasarkan konstitusi modern.
Bantuan Hukum di Eropa dan Amerika (akhir abad XIX dan awal abad XX)
Masalah bantuan hukum di beberapa negara Eropa, misalnya di Belanda, muncul karena undang-undang tertentu diberlakukan. Di kota Amsterdam, sebuah biro bantuan hukum dari organisasi Toynbee dibentuk pada tahun 1892, yang diberi nama Ons Huis. Biro semacam itu juga didirikan di kota Leiden dan Den Haag. Biro ini menyediakan konsultasi hukum dengan biaya yang sangat rendah.
Di Jerman, firma konsultan hukum pertama didirikan pada tahun 1905 di kota Keulen. Biro tersebut bernama Rechtsauskunftstel le fur Minderbemittleden dan telah menyediakan sebanyak 4.000 konsultasi hukum pada tahun pertama biro tersebut dibentuk. Biro ini disubsidi oleh pemerintah kota dan bahkan Kementerian Dalam Negeri. Hal ini memunculkan biro-biro baru sehingga pada tahun 1916 ada sekitar 675 biro yang telah memberikan sekitar 1,3 juta konsultasi hukum.
Di Inggris, Poor Man’s Lawyer didirikan pada tahun 1889 sebagai bagian dari gerakan sosial pada waktu itu, yang kemudian diikuti oleh pembentukan Settlement Movement oleh C. Barnett. Kemudian dibentuklah Pusat Penasihat Hukum dan Komite Perlindungan Para Penyewa.
Di Amerika Serikat, sebuah organisasi bantuan hukum swasta pertama kali dibentuk pada tahun 1876, bertujuan untuk melindungi kepentingan imigran Jerman, dan diberi nama Deutsche Rechtsschutz Verein. Dari organisasi inilah muncul New York Legal Aid Society. Organisasi bantuan hukum kedua didirikan pada tahun 1886 di Chicago dengan tujuan melindungi perempuan dan anak-anak.
Di Chili organisasi advokat pertama kali dibentuk pada tahun 1862 tetapi bubar pada tahun 1868. Organisasi swasta lainnya didirikan pada tahun 1915 dengan nama Instituto de Abogados pada tahun 1925. Di perguruan tinggi yang terutama menangani bantuan hukum bagi orang miskin dibuka pada tahun 1932 di Santiago dan memberi sedekah kepada orang miskin.
Bantuan Hukum di Awal Abad XX
Pada awal abad kedua puluh, ada upaya di Belanda untuk mendapatkan subsidi dari pemerintah, untuk memberikan bantuan hukum bagi orang miskin, yang pada waktu itu diprakarsai oleh organisasi swasta. Saat itu ada 3 jenis lembaga yang memberikan bantuan hukum bagi masyarakat miskin, yaitu:
- Biro konsultasi (Bureaus voor Consuatie) dijalankan oleh para advokat yang tergabung dalam Orden van Advocaten.
- Biro hukum perburuhan (Bureaus voor Arbeidsrecht) didirikan oleh serikat pekerja atau organisasi.
- Biro bantuan hukum (Bureaus voor rechtskundige hulp) yang merupakan organisasi atau lembaga swasta.
Di Swedia pada tahun 1919 biro bantuan hukum dibuka di lima belas kota, yang semuanya disubsidi oleh Negara. Biro ini memberikan bantuan hukum diagnostik (konsultasi) serta hukum pengendalian konflik.
Di Amerika Serikat, bantuan hukum bagi masyarakat miskin semakin meningkat berkat tulisan Smith yang terkenal dengan bukunya Keadilan dan Orang Miskin.
Legal Aid After World War II
World War II resulted in major social changes in various societies, whether involved in the war or not. The war also led to the development of pre-war thoughts.
Di bidang hukum khususnya bantuan hukum juga mengalami perubahan. Akibatnya, terjadi politik baru. Dimana tanggung jawab ditempatkan pada Negara untuk mencari persamaan hak atas bantuan hukum di pengadilan dan di luar pengadilan. Kebijakan ini pertama kali diterapkan di Inggris setelah perang dunia kedua.
Masalah-masalah yang terjadi selama perang berlangsung, menyebabkan adanya perlakuan pengaturan baru terhadap masalah-masalah sosial yang dialami oleh warga sipil dan warga militer.
Militer mendorong pembentukan Departemen Pelayanan Perceraian yang menjadi bagian dari Masyarakat Hukum. Dimana pengacara membiayai penanganan perkara perceraian. Dengan demikian, setelah Perang Dunia II secara sosiologis bantuan hukum menjadi masalah sosial jika terjadi gejala-gejala tertentu di masyarakat. Gejala-gejala ini termasuk:
- Jika dalam suatu masyarakat muncul kelompok atau kelas sosial baru yang menuntut perlindungan hukum atas kedudukannya.
- Jika timbul peraturan perundang-undangan baru yang menimbulkan hak dan kewajiban.
- Jika terjadi perubahan sosial yang cepat dan meluas berpengaruh atau menimbulkan konsekuensi.
Sumber Rujukan
- Soerjono Soekanto dkk, 1983, Bantuan Hukum Kajian Sosio-Yuridis, Jakarta: Ghalia Indonesia.
- Todung Mulya Lubis, 1986, Bantuan Hukum dan Kemiskinan Struktural, Jakarta: LP3ES.