
Ini 5 Masalah Hukum Akibat Banjir
Starting from community lawsuits (citizen law suits), insurance, inheritance, damaged documents, to contract agreements.
Banjir yang terjadi di beberapa wilayah Jakarta, Banten dan Jawa Barat beberapa hari terakhir menimbulkan sejumlah masalah. Tidak hanya menimbulkan kehilangan harta benda, menurut data terakhir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ditambah wilayah Lebak, 53 orang meninggal dunia akibat kejadian ini (data terakhir pada Sabtu 4 Januari 2020, pukul 10.00 WIB).
Setidaknya ada lima masalah hukum yang mungkin timbul akibat banjir. Mulai dari tuntutan masyarakat (gugatan hukum warga), asuransi baik kendaraan maupun rumah, peralihan hak dari korban yang meninggal, kehilangan dokumen, hingga apakah banjir bisa menjadi alasan untuk menunda kesepakatan seperti kontrak atau pengiriman barang yang dibeli secara online.
1. Gugatan Hukum Warga
Kasus gugatan warga terhadap pemerintah memang sudah beberapa kali terjadi. Yang cukup menjadi perhatian yaitu gugatan berkaitan dengan kebakaran hutan. Majelis hakim mulai dari Pengadilan Negeri Palangkaraya hingga Mahkamah Agung memenangkan gugatan warga yang meminta menerbitkan sejumlah regulasi untuk menangani dan mencegah karhutla, dan mendirikan rumah sakit khusus paru-paru karena polusi udara.
Tetapi Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai oleh Cornel Sianturi memutuskan untuk menolak gugatan yang diajukan oleh perwakilan warga DKI yang menjadi korban banjir. Gugatan tersebut diajukan terhadap Presiden RI dan Gubernur DKI serta Gubernur Jawa Barat selaku turut tergugat.
Ketiganya dianggap bertanggung jawab atas bencana banjir yang melanda Jakarta pada Januari 2002 karena telah tidak memberikan peringatan dini kepada warganya serta tidak melakukan langkah-langkah penanggulangan banjir yang semestinya. Dalam gugatannya, penggugat meminta para tergugat untuk membayar ganti rugi immateriil Rp1,2 triliun.
Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis berpendapat bahwa Presiden RI selaku kepala pemerintahan tidak terbukti melakukan perbuatan hukum karena tidak memiliki kewajiban normatif untuk menanggulangi bencana banjir. Lagi pula, Presiden melalui PP No.47/1997 tentang Tata Ruang Nasional dan Keppres No14/1999 tentang Penataan Ruang Jabotabek, dinilai telah memiliki program terpadu untuk menanggulangi bencana banjir.
Director of the Jakarta Legal Aid Institute (LBH) Arif Maulana said the government must fulfill the rights of the community as flood victims. “The main rights are clothing, food, boards that are damaged and are in danger of being lost.
Arif juga merespon adanya silang pendapat antara pemerintah pusat dan daerah. Menurutnya, bencana ini merupakan kewajiban Pemda dan pemerintah pusat sehingga tidak perlu saling menyalahkan satu sama lain. Justru, menurut Arif, pusat dan daerah harus bekerjasama memenuhi hak masyarakat para korban bencana.
2. Asuransi
Tidak hanya pemerintah daerah dan pusat yang sibuk membantu para korban banjir, perusahaan asuransi pun akan kebanjiran klaim. Dilansir dari Antara, data dari Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) yang dikumpulkan berdasarkan kinerja periode Januari-September 2019 mencatat asuransi harta benda dan kendaraan bermotor berkontribusi 50 persen pangsa pasar premi, masing-masing sebesar 26 persen dan 24 persen.
Dari angka tersebut, untuk realisasi klaim asuransi harta benda pada periode Januari-September 2019 mencapai Rp4,73 triliun atau naik 17,1 persen sebesar Rp691 miliar dari periode sama tahun 2018 yang mencapai Rp4,04 triliun. Sedangkan realisasi klaim asuransi kendaraan bermotor selama sembilan bulan 2019 mencapai Rp6 triliun atau naik 5,5 persen sebesar Rp314 miliar dibandingkan periode sama tahun 2018 yang mencapai Rp5,68 triliun.
Permasalahan timbul karena tidak semua harta benda dapat diklaim di asuransi. Untuk properti misalnya pemilik harus memasukkan dalam perluasan asuransi. Padahal sebelumnya asuransi perluasan banjir telah termasuk di dalam pertanggungan dari asuransi properti, namun seiring dengan perkembangan zaman dan semakin tingginya frekuensi banjir yang terjadi di kota-kota besar, maka pihak penyedia jasa asuransi mengeluarkannya dari polis asuransi properti dan menjualnya secara terpisah.
Sama dengan kendaraan, asuransi Astra dalam laman resminya menyatakan masyarakat yang telah mengasuransikan kendaraannya tidak perlu panik dengan musibah banjir karena pihaknya siap melakukan evakuasi dengan memberi layanan 24 jam kepada pelanggan. Bahkan evakuasi ini sendiri tidak dikenakan biaya alias gratis.
Namun ada syaratnya, layanan ini berlaku hanya kepada mereka yang memiliki perluasan pertanggungan kerusakan mobil akibat banjir. Bila syarat pertama terpenuhi, masih ada dua syarat lain yang juga tidak boleh dilanggar. Pertama tidak boleh dengan sengaja menerobos banjir, lalu tidak menunda-nunda pengajuan klaim asuransi.
3. Waris
Seperti disebutkan sebelumnya, setidaknya ada 53 orang meninggal dunia akibat bencana banjir ini. Kementerian Sosial sendiri akan memberikan bantuan sebesar Rp4 miliar kepada para korban banjir Jabodetabek dan Banten. Sementara untuk korban meninggal dunia akan diberi santuan sebesar Rp15 juta kepada para ahli waris korban.
Menurut KUHPerdata, prinsip dari pewarisan ada dua. Pertama harta waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian. (Pasal 830 KUHPerdata); Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari pewaris. (Pasal 832 KUHPerdata), dengan ketentuan mereka masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia. Artinya, kalau mereka sudah bercerai pada saat pewaris meninggal dunia, maka suami/isteri tersebut bukan merupakan ahli waris dari pewaris.
Golongan I: suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata); Golongan II: orang tua dan saudara kandung Pewaris; Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris; Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.
Golongan ahli waris ini menunjukkan siapa ahli waris yang lebih didahulukan berdasarkan urutannya. Artinya, ahli waris golongan II tidak bisa mewarisi harta peninggalan pewaris dalam hal ahli waris golongan I masih ada.
4. Dokumen rusak
Tidak hanya merusak harta benda, banjir juga merusak sejumlah dokumen penting maupun surat berharga seperti Kartu Keluarga, Buku Nikah, KTP, surat kendaraan bermotor hingga kepemilikan tanah. Rusaknya dokumen-dokumen tersebut tentu akan menimbulkan permasalahan bagi masyarakat.
Contohnya jika ingin bepergian keluar kota baik menggunakan pesawat terbang maupun kereta api, tanda pengenal seperti KTP, SIM atau Passport wajib diperlihatkan. Begitupula jika membawa kendaraan, kita pun harus membawa STNK. Sama halnya dengan buku kepemilikan kendaraan, jika tidak mempunyai buku itu tidak hanya harga jual kendaraan turun, tetapi malah bisa dianggap kendaraan tersebut ilegal.
Untungnya Arsip Nasional RI (ANRI) memberikan layanan restorasi dokumen keluarga secara cuma-cuma. Tim ahli restorasi Arsip Nasional RI akan membuat dokumen penting Anda kembali bersih seperti sediakala. Sekedar informasi, layanan perawatan arsip pasca bencana dan layanan restorasi arsip keluarga (Laraska) diluncurkan sejak Mei 2019 lalu.
ANRI juga bekerjasama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk merestorasi Sertifikat Tanah. Instruksi ini langsung diberikan oleh Surya Tjandra selaku Wakil Menteri ATR/BPN pada saat melakukan kunjungan kerja Kantor Pertanahan Kota Bekasi pada Kamis (2/1/2020).
5. Batalkan perjanjian??
Banjir juga menyebabkan sejumlah pengiriman barang ke daerah banjir tertunda. Sebab musibah itu melumpuhkan akses transportasi hingga tidak dapat dilewati, sehingga proses pengiriman barang tidak dapat dilakukan oleh ekspedisi.
Misalnya, J&T Express melalui situs resmi jet.co.id mengakui adanya keterlambatan proses pengiriman paket akibat bencana alam yang berdampak pada penutupan akses transportasi untuk proses pengiriman paket di beberapa wilayah mulai dari Sumatera, Jawa hingga Nusa Tenggara.
Banjir dan gempa bumi adalah termasuk force majeure yaitu kejadian atau keadaan yang terjadi di luar kuasa para pihak berkepentingan yang dapat juga disebut keadaan darurat. Force majeure ini biasanya merujuk pada tindakan alam (act of God), seperti bencana alam (banjir, gempa bumi), epidemik, kerusuhan, pernyataan perang, perang dan sebagainya.
Force Majeure merupakan peristiwa hukum karena pada umumnya menimbulkan akibat hukum misalkan karena dengan terjadinya banjir atau gempa membuat salah satu pihak tidak dapat memenuhi isi perjanjian terhadap pihak lainnya. Dengan kata lain, banjir atau gempa menimbulkan akibat hukum. Oleh karena itu, banjir atau gempa adalah peristiwa hukum. Klausul force majeur ini biasanya diatur dalam perjanjian.
Dalam KUH Perdata, force majeure diatur dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245, dalam bagian mengenai ganti rugi karena force majeure merupakan alasan untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi. Dapat diambil kesimpulan bahwa peristiwa atau ruang lingkup force majeure yang tersirat dalam pasal-pasal tersebut meliputi:
- Peristiwa alam (seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi);
- Kebakaran;
- Musnah atau hilangnya barang objek perjanjian.