Kecakapan Bertindak dalam Hukum Perdata
Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian, kecuali jika oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap membuat perjanjian. Mereka yang oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap membuat perjanjian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1330 KUH Perdata, yaitu:
- Anak yang belum dewasa
- Orang yang berada di bawah pengampuan
- Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang, dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu. (Namun, dengan dasar SEMA No.3/1963 jo. Pasal 31 UU No.1/1974, maka perempuan yang masih terikat dalam perkawinan sudah cakap melakukan perbuatan hukum sendiri dikarenakan sudah tidak ada perbedaan lagi antara perempuan dan laki-laki dalam melakukan perbuatan hukum perdata saat ini).
Jika salah satu atau kedua belah pihak dalam perjanjian ternyata terbukti tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum, maka akan memiliki akibat hukum yang dijelaskan sebagai berikut:
- Jika perjanjian tersebut dibuat oleh anak belum dewasa, maka perjanjian tersebut akan batal atas permintaan dari pihak anak yang belum dewasa tersebut, semata-mata karena alasan kebelum-dewasaannya tersebut. Lihat Pasal 1446 ayat (1) KUH Perdata juncto Pasal 1331 ayat (1) KUH Perdata.
- Jika perjanjian dibuat oleh orang yang berada di bawah pengampuan, maka perjanjian tersebut batal atas permintaan dari orang yang berada di bawah pengampuan tersebut, dengan alasan semata-mata karena keberadaannya di bawah pengampuan tersebut.
- Jika perjanjian tersebut dibuat oleh perempuan yang bersuami, maka perjanjian tersebut akan batal bila perjanjian tersebut dibuat dengan melampaui kekuasaannya. (akibat hukum ini tidak berlaku lagi pasca adanya SEMA No.3/1963 dan UU No.1/1974)
- Terhadap perjanjian yang dibuat oleh orang yang dilarang undang-undang untuk melakukan perbuatan tertentu, maka mereka dapat menuntut pembatalan perjanjian tersebut, kecuali jika ditentukan lain oleh undang-undang.
- Perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang tidak cakap bertindak tersebut, yang kemudian dinyatakan batal, maka para pihak dalam perjanjian tersebut harus menempatkan perjanjian tersebut pada keadaan sebelum perjanjian dibuat, jadi perjanjian tersebut dianggap seolah-olah tidak ada.
Khusus terkait dengan ketidakcakapan anak yang belum dewasa dalam melakukan perbuatan hukum, maka dalam hukum perdata telah ditentukan pihak-pihak yang dapat disebut sebagai “anak yang telah dewasa dalam melakukan perbuatan hukum” yaitu diatur dalam Pasal 330 KUHPerdata yang menyebutkan orang yang belum dewasa menurut hukum adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak kawin sebelumnya. Dari uraian pasal tersebut disimpulkan bahwa anak yang dewasa adalah:
- Sudah genap berumur 21 tahun,
- Sudah kawin, meskipun belum genap 21 tahun, Married, although not yet 21 years old,
- Tidak berada di bawah pengampuan.
Ketentuan yang mengatur mengenai pengertian anak dewasa berumur 21 tahun tersebut agak berbeda apabila dibandingkan dengan UU No. 1/1974 yang di dalam Pasal 47 Jo. Pasal 50 mengatur pengertian anak dewasa adalah 18 Tahun. Umur dewasa 18 tahun ini telah diperkuat pula oleh putusan MA No. 477 K/Sip/1976 tanggal 13 Oktober 1978. Namun dalam prakteknya, dalam membuat perjanjian yang penting, untuk umur dewasa masih menggunakan 21 Tahun yang diatur dalam KUHPerdata.